15 Februari 2013

Hari Ketiga Edisi Mengurug Masjid

Subhanallah, rupanya sejak dua hari kemarin bermain-main tanah dengan para santri, sampai hari ini pun masih berlanjut. Bahkan kali ini hampir semua santri ikhwan terlibat. Sehingga estafeta ember untuk mengangkut tanah lebih dekat jaraknya. Jadi jika dua hari kemarin yang berjalan orangnya, hari ini embernya.

Cukup meriah juga nih... Para santri ikhwan juga sangat bersemangat. Alhamdulillah hasilnya cukup memuaskan. Walaupun jika dibanding dengan banyaknya tanah, pekerjaan gabungan tiga hari ini masihlah sekitar sepuluh persenan kurang. He...

Mudah-mudahan mereka masih enjoy untuk diajak kerja bakti beberapa hari ke depan. O ya, di hari ketiga ini, pegel-pegel di pinggangku sudah sembuh. Alhamdulillah. Semakin yakin dengan teori: jika pegel berlanjut, mencangkul juga berlanjut!

Lihatlah, tanah urugan ini masih butuh sentuhan Anda...

14 Februari 2013

Santri Ikhwan Ngiri

Jika kemarin yang serakah pahala santri akhwat, hari ini adalah edisi ikhwan. Ya, si Fahmi, Huda, Rama, Farhan dan Daffa pun ingin menorehkan sejarah, bahwa keringat mereka turut menjadi saksi pembangunan Masjid Al-Anshor di kawasan pondok pesantren kami, SMPIT Assalaam Boarding School Pekalongan.

Lho, kok cuma lima orang? Bukankah santriwannya ada 21 orang? Benar. Sebagian yang lain sedang istirahat siang. Maklum, jika melaksanakan "kemisan" begini, mereka rata-rata giat memanfaatkan waktu istirahat siangnya. Namun jika tidak sedang puasa sunnah, pasti jam-jam segini sedang asyik-asyiknya main futsal di halaman.

Nah, supaya yang tidak melaksanakan shoum sunnah juga dapat pahalah, maka saya ajak kerja bakti memindahkan tanah urugan ke bakal masjid kami.

Padahal pinggang saya masih terasa mlanjer nih, gara-gara kemarin mencangkul sesorean. Maklum, biasa pegang mouse disuruh pegang cangkul. Begini jadinya. Namun kucoba teori: jika sakit berlanjut, maka kerja bakti juga harus lanjut. He...

13 Februari 2013

Sesekali, Kita Perlu Memberikan Atmosfer "Pemberontakan" Kepada Anak Anak Kita

Ya. Sesekali. Saya kira tidak mengapa.
Seperti yang saya lakukan hari ini, mengajak para santri "memberontak" dari kebiasaan. Mumpung hujan sore-sore, usai sholat ashar berjamaah dan murojaah, mereka kutawari "Ayoo, siapa mau hujan-hujanan berpahala?"
Sontak beberapa jemari mengacung diiringi teriakan heboh, "Saya Tadz, saya Tadz!!"

"Oke, siapkan plastik!" perintahku.
"Untuk apa Tadz?" tanya seorang santri.
"Melindungi kepala kalian, biar tidak flu."
"Idih, ya malu Tadz, kalau dilihat orang," alasan mereka.
"Aku nggak mau pake ah!" timpal yang lain.
"Aku juga!"
"Aku juga!"
Jadi deh, semua tidak mau melindungi kepalanya dari tetesan "rahmat Allah".  Semoga saja habis ini tidak pada meriang. Ya Robbi, kami berlindung dari penyakit karena bermain-main dengan hujanMu ini...

"Eh, sebentar! Bukankah kalian ada ekskul jurnalistik?" saya menghentikan langkah.
"Alaaah... Bosen ah Tadz!" seru salah satu.
"Iya Tadz, sekali-kali refreshing gitu dong," timpal yang lain.
"Oke, konsekuensi dimarahi ustadzah Azmi tanggung sendiri ya!"
"Oke Tadz, nggak pa pa!" jawab mereka kompak.
"Dan.... resiko kena poin tanggung sendiri ya?!" godaku.
"Yaa... masak mau bantu membangun masjid kok kena poin. Tidak adil dong!" mereka masih protes.
"Gini aja wis, kami kena poin nggak apa-apa. Tapi kerja bakti ini juga dikasih poin plus dua kali lipatnya ya Tadz?" rayu salah satu.
"Yee... maunya. Biar nggak tekor ya? Haha... Ada-ada saja ide kalian ini! Sudah ah, let's go girls!" perintahku memotong protes mereka yang bertubi-tubi.

Berbaris otomatis membuntutiku, Salma, Hana, Muna, Nadia, Dita dan Salsa. Lho, kok cuma enam ekor? He... yang lain males karena sudah mandi sore katanya. Oke, tak mengapa. Enam orang cukup lah.
Kami bertujuh beriringan menuju "tempat permainan" itu: onggokan tanah urugan di sebelah utara bakal masjid kami. Seperti satu regu tentara siap tempur, masing-masing membawa senjata: ember dan cetok.
Sayangnya, di tengah keasyikan kami, hujan berangsur reda. Wah, nanggung nih.
"Yaah... Hujannya berhenti.." Hana kecewa
"Ustadz, kurang asyik nih!" protes Salma
"Iya Tadz, nggak asyik," Muna tak mau kalah
Lho..lho..lho... kok protesnya ke ustadz? Protes sama Allah sana, kalau berani. He...
"Sudahlah, nanti usai kerja bakti ini, ustadz siram pakai selang," bujukku
"Bener ya Tadz? Asyiiikk....," Dita, Nadia dan Salsa langsung bersemangat kembali.

Sang "Pemberontak": Salsa, Muna, Hana, Salma, Nadia, Dita

***
Eeh... di tengah asyik-asyiknya kami memindahkan tanah urugan itu ke dalam bakal masjid kami, pak Kyai berteriak, "Sudah jam lima seperempat!"
Tak terasa time is over saudara-saudara... Jadi terpaksa kami menyudahi keasyikan ini deh.
"Come on ladies, saatnya bebersih diri!"
"Yeee.... Asyiiiikk....!!!"
Dan mereka pun asyik bebersih di bawah "hujan buatan" yang tercurah dari ujung selang hijau di tanganku...

11 Februari 2013

Ganti Rantai BMW-ku

Mencoba rantai merk "Orisin", yang harganya jauh lebih murah. Jika beli yang orisinil punya Honda, harus mengeluarkan kocek 140.000 untuk satu set gear dan rantai, selisih 50.000 cukup matrial lah...
Sekalian beli lampu rem 2.500 dan kaca spion 20.000. Bawa ke bengkel "Dua Saudara" di kelurahan Soko, hanya dikenakan ongkos 10.000. Alhamdulillah, ngirit... Semoga saja rantainya kuat setahun lebih. Karena pengalaman, memakai rantai orisinil Honda juga durasi pakainya kurang lebih setahunan. Jadi kenapa musti keluar kocek lebih, jika yang murah tapi kuat saja ada?

10 Februari 2013

Jika Kecewa Mencengkeram Jiwa Anda

Hati-hati dengan orang yang merasa kecewa dengan Anda. Namun Anda tidak perlu terkooptasi dengan segala reaksi yang dia berikan. Anggaplah orang tersebut sedang memberikan "ilmu hikmah" tersendiri buat Anda secara gratis.

Seperti yang dialami seorang sahabat saya hari ini. Beliau adalah seorang Kepala Sekolah di sebuah SMP swasta di kotaku. Sepekan yang lalu beliau baru saja memberhentikan salah seorang karyawannya, atas permintaan sendiri. Konon sang karyawan ini merasa kecewa dengan keputusan yang diambil oleh sahabat saya tadi. Sayangnya, sang karyawan ini mengakhiri hubungan kerjanya dengan tidak happy ending; dalam kondisi marah dan pakai acara merusak properti segala.

Ternyata walau sudah sepekan lewat, rasa kecewa sang karyawan ini belum juga reda. Ia masih menyimpan dan bahkan mengipas-kipas baranya. Puncaknya, hari ini dia melakukan teror kepada karyawan lain, disertai ancaman. Tujuannya agar para koleganya juga mengikuti jejaknya: keluar dari pekerjaannya.

Parahnya, sang karyawan kecewa ini juga meneror beberapa tukang yang kebetulan sedang membangun masjid di sekolah itu. Tak urung teror ini sempat mempengaruhi suasana kerja para tukang tersebut. Maklumlah, mereka -para tukang itu- semuanya pendatang. Mendapat teror dari dari karyawan kecewa yang warga asli di daerah itu, mereka shock juga. Bahkan memohon kepada juragannya untuk ditarik pulang ke daerahnya alias menghentikan tugasnya yang baru saja dimulai.

Sahabat saya tidak membiarkan hal ini berlarut-larut. Pertama menenangkan para tukang agar tetap tenang dan jangan terpengaruh dengan teror yang ada. Sembari meyakinkan bahwa tidak ada yang dapat mencelakai atau menentukan nasib kita kecuali atas kuasa Allah SWT semata. Kedua, mengantisipasi jika mantan karyawannya tadi melakukan aksi susulan.

Di balik langkah taktis tadi, sahabat saya ini sebenarnya sangat yakin, bahwa mantan karyawannya itu hanya besar mulut saja. Sesungguhnya ia tidak sekuat atau seberpengaruh seperti yang dikoar-koarkannya. Andaikan apa yang ia koar-koarkan benar-benar terjadi alias sampai terjadi penganiayaan fisik, maka justru hal ini akan lebih mudah proses hukumnya.

04 Februari 2013

Dari Langit

"Dari langit," jawab Irfan (5 th) anak kelimaku antusias.

Irfan (5 th)
Memperhatikan hamparan sawah di belakang "apartemen" lantai duaku serasa luruh sudah semua rasa lelah. Ya, lelah jiwa ini mendengar, membaca dan melihat reaksi orang-orang yang mengolok-olok PKS. Biarlah, kelak mereka akan tahu.
Oke, mari kita kembali ke pengalaman siang tadi. Irfan dan saya menikmati hamparan sawah nan menghijau di belakang "apartemen". Sebagian besar telah rapat dengan tumbuhan dari keluarga rerumputan itu. Sebagian kecil lain, yang lebih dekat ke kaki apartemen ini, masih renggang-renggang. Di sela-selanya dapat kami lihat dengan jelas air beningnya dengan endapan lumpur di dasarnya.
"Bi, aku pernah main-main di situ sih," tunjuk Irfan ke arah sawah tepat di bawah kami.
"Pas waktu kering ya?" tanyaku
"Nggak, pas sudah basah gitu," sergahnya
"Sama siapa saja mainnya?"
"Sama Azmi."
Ketika kulihat beberapa ikan kecil berenang, kucoba memancing nalar anakku yang masih duduk di bangku TKIT Ulul Albab 2 itu.
"Eh, ada ikannya tuh... Irfan lihat tidak?" kataku. Irfan pun mengarahkan pandangannya mengikuti telunjukku.
"Waktu sawahnya kering, ikan-ikan itu pergi kemana ya?" pancingku. "Kan kalau tidak ada air, ikan tidak bisa hidup. Nah, sekarang saat musim hujan seperti sekarang ini, tiba-tiba sudah banyak ikan di sawah. Kira-kira dari mana ya datangnya ikan-ikan itu?"
"Dari langit, Bi," jawab Irfan tegas. Dari intonasinya, dia sangat yakin jika jawabannya tepat.
"O ya? Bagaimana caranya?"
"Kan, Allah menurunkan telurnya lewat hujan,"
Hm... jawabannya masuk akal juga ya?