
Menyimak berita penyerbuan terduga perampok Bank CIMB tempo hari, satu sisi ane merasa salut atas gerak cepat Polisi kita, terlepas dari gesekan yang timbul dengan matra lain. Sebuah fragmen pementasan profesionalisme. Walau di sisi lain merasa miris dengan jatuhnya korban, sebegitu rendahkah harga seutas nyawa manusia???
Ane jadi teringat pementasan profesionalisme polisi kita beberapa waktu lalu di kampung ane. Waktu itu usai jamaah sholat jumat turun masjid, sekira jam 13an di tanggal 17 September lalu. Ane baru saja hendak masuk rumah ketika terlihat beberapa orang bergegas menuju rumah pasutri Marnoto (33) - Endang (31) yang tengah mengepulkan asap tebal.
Beberapa telah sibuk mengambil air dari sumur maupun selokan di samping rumah untuk disiramkan ke ruang tamu rumah itu. Sebagian mengambil peran sebagai pengarah, teriak-teriak memberi komando kelompok pertama tadi. Sebagian besar yang lain mendudukkan dirinya sebagai wisatawan musibah.
Ada yang baru bergabung, langsung mengambil peran pengatur lalu lintas, karena saking banyaknya yang kepengin jadi wisatawan tadi sehingga memacetkan jalan kampung yang hanya pas buat lewat dua angkot. Padahal di sana sudah ada seorang Polisi yang sedang memantau kejadian ini. Baru setelah merasa perannya ada yang membajak, serta merta petugas tadi mengambil alihnya. Priitt... priiittt....
Ada juga seorang tentara dengan pakaian dinasnya turut sibuk memadamkan api, berbaur dengan masyarakat yang sedari tadi sudah basah kuyup oleh keringat dan guyuran sesama relawan lainnya. Yang ini nampak lebih ikhlas menjalankan perannya.
Tak berapa lama ada seorang petugas lagi datang, langsung bertanya pada petugas pemantau tadi: Mana Mr. U? (Sepertinya nama yang barusan disebut ini adalah yang harus bertugas pada detik itu, karena alih-alih langsung tandang, nyatanya dia malah jadi wisatawan musibah juga). Kemudian dia mengontak markas via pesawat HT-nya. Mobil patroli pun segera datang. Total petugas yang ada di TKP sejumlah 4 orang berpakaian dinas dan 3 orang berpakaian sipil yang salah satunya menenteng kamera digital.
Sementara itu shohibul musibah sedang terisak-isak hampir pingsan menyaksikan harta bendanya yang dengan susah payah dia bangun dari nol itu ludes dalam tempo yang sesingkat-singkatnya. Namun, tanpa rasa empati, seorang petugas berpakaian sipil meminta korban menceritakan kronolgisnya. Tangannya sibuk mencatat keterangan si korban diselingi beberapa kali pertanyaan dan pengulangan jawaban untuk mengkonfirmasinya.
Lucunya, petugas berpakaian sipil lainnya dengan pedenya menenteng bangkai kompor gas dari TKP dan berteriak kegirangan kepada komandannya: nDan, ini BB-nya! Padahal menurut cerita korban, biang keroknya adalah kompor minyak yang untuk memanaskan kuah bakso. Kompor gas tadi adalah korban kebakaran ini juga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih telah mampir...