17 Maret 2011

Bom Buku dari Kacamata Tukang Becak

Adalah para tukang becak yang saban hari mangkal di depan kantorku. Senangnya melihat mereka rayahan pinjam koran tiap pagi. Dan ini lho yang menarik, setelah itu mereka pasti asyik sahur manuk mengomentari peristiwa-peristiwa aktual yang terpampang di headline kedua koran itu (Radar Pekalongan dan Suara Merdeka). Gayeng abis!
Termasuk peristiwa bom buku yang sempat "makan" tangan seorang perwira polisi kemarin. Kata mereka, ini rekayasa. Walah, oleh siapa? Nggak tahu mas, yang jelas pihak-pihak yang sukanya mengalihkan perhatian, jawab salah seorang yang paling rajin melahap koran. Bagaimana analisanya? Begini. Menurut koran ini (Suara Merdeka, 16/3), resepsionis menerima paket jam 10, terus diserahkan sama temannya yang karena curiga melihat kabel dalam paket dia langsung melaporkan ke polisi. Tapi alih-alih bersegera, tim Gegana malah datangnya 5 jam kemudian. Ada apa ini? Terhalang macet? Kan bisa "terbang", tapi kenapa tidak dilakukan? Apa kata dunia, wong ada laporan bom dari masyarakat kok tidak direspon cepat?
Saya semakin tertarik. "Mungkin Timnya lagi ditugaskan kemana gitu, jadinya lambat. Personelnya kan terbatas Kang", pancing saya.
Nggak bisa mas, dia menyela. Lihat saja kecerobohan perwira yang mencoba menjinakkan bom itu. Bukankah yang boleh menjinakkan itu hanya Tim Gegana? Lah, ini bukan bagiannya kok berani-beraninya membuka paket hanya dipandu lewat HP. Oke, andaikan boleh, tapi prosedur standar kan mestinya dipenuhi. Harus pakai pelindung yang mirip astronot itu, terus ada tabung khusus yang untuk meledakkan. Atau, kan bisa pakai robot yang pernah dipakai di Temanggung dulu?
Hehe... asyik juga nih orang, terus? Perwira ini pasti dikorbankan, tegas dia. Jadi tumbal untuk kepentingan yang lebih besar. Weleh... Kok mau? Yah, mungkin terpaksa manut pada atasan, atau jangan-jangan ada kompensasinya. Lihat saja di tv, mereka seperti main-main saja, karena memang yang dihadapi bukan bom kok. Itu hanya mercon. Paling resikonya putus tangan, nggak sampai mati. Dan seperti kata iklan: yang penting... heboh!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terima kasih telah mampir...