24 Desember 2008

Oalah... ATM Mandiriku

Pas orang-orang pada memperingati Simbok's Day (Hari Ibu maksudnya), kami kedatangan tamu. Temen lama istriku waktu jaman gadisnya dan mengabdi di TPQ Beji Ungaran. Mereka sudah seperti kakak-adik saja. Suaminya temen se-pengajian waktu ane masih kuliah di Undip Semarang. Jadi ini kunjungan reuni lah... Mereka sengaja datang ke Pekalongan untuk kulakan batik. Istrinya sih yang lagi asik menekuni dunia bisnis. Sementara suaminya yang aleg PKS di DPRD Kabupaten Semarang itu tidak begitu punya jiwa dagang. Jadi takut melulu kalau diminta investasi.
Ehm... ngomong-ngomong soal bisnis, sabtu siang kemaren "dagangan" ane laku juga. Ustadz Zuber Safawi yang sekarang jadi aleg PKS di DPR RI mau bikin stiker. Lumayan, 50 rim bro! Bahkan beliau 'menantang', disainnya suruh nge-mail malam harinya dan ane diminta nomor rekening Mandiri karena mau ditransfer saat itu juga. Walah, lha belum punya je. Aha, bilang aja, "transfernya senin saja ustadz, biar ane konsentrasi ndisain malam ini."
Makanya begitu hari Senin tiba, rencana buka rekening ane wujudkan. Beberapa menit sebelum tamu kami tadi tiba, ane segera meluncur ke Bank Mandiri. Wes... ewes... ewes... rekening jadi. Eh ternyata setoran awalnya cuma butuh 50ribu, tiwas bawa sejuta. Gak pa pa wis. Pulang bawa buku tabungan dan kartu ATM, yang kata CSnya akan aktif dua jam lagi. Langsung saja nomornya ane sms-kan ustadz Zuber
Malam harinya ane sempatkan ke ATM untuk ganti PIN dan sekalian cek saldo, apakah transferan sudah masuk. Eh, ternyata gak bisa. Kata mesin ATMnya, ane salah memasukkan PIN. Ah, yang bener aja. Wong ane yakin kok. Tapi akibatnya ane ulang 3 kali, hingga akhirnya terblokir.
Esoknya ane ke CS lagi, menanyakan hal ini. Ditemui oleh Pak Fitriadi, ane dipersilakan mengulangi lagi di ATM Mandiri Cabang lain, karena di Mandiri Hayam Wuruk sedang error. Kali ini ane lebih hati-hati mengikuti step-stepnya. Tapi tetap belum bisa. Bahkan ane 'dituding' salah memasukkan PIN. Wah, ini mesinnya atau sistemnya yang error nih? Atau jangan-jangan ane yag error ya? Gara-gara mau dapet order lumayan, jadi salah pencet? xi..xi..xi..
Oalah.... Mandiri... Mandiri... mengapa ATMnya Mau Menang Sendiri??? He..he...

Update: 26 Desember 2008
Habis Jum'atan dapat SMS dari Pak Fitriadi, untuk menemuinya di kantor. Ternyata setelah dicek, kesalahan ada pada Teller yang kemaren kasih amplop kode PIN awal. Seharusnya nomor kartuku 3594 tapi dikasih amplop yang 3495. Wuff... sebuah human error yang manusiawi tapi cukup mengurangi kredibilitas Bank Mandiri nih. Terima kasih pak Fitriadi...

23 Desember 2008

Hari Ibu


Kemarin, hampir semua tokoh negeri ini pada latah memperingati Hari Ibu. Bahkan bapak presiden kita merasa perlu memasang iklan khusus edisi Hari Ibu, dengan pose sedang sungkem kepada ibundanya. Yah... biar saja, toh memang semua orang lagi pada ngincer kursi 2009 dan 2010.
Di daerah ane, Pekalongan, yang ribet upacara Hari Ibu ini paling para birokrat, PNS dan anak-anak sekolahan. Sementara kalangan enterpreuneurnya cuek bebek. Maklum, kalangan pengusaha --yang sebagian besar para juragan batik-- merasa tidak perlu mengingat hari-hari besar nasional apa pun termasuk Hari Ibu. Yang ada di benak mereka cuma satu: Hari Kamis! Dimana saat paling memusingkan kepala mereka karena harus memikirkan uang pocokan para kuli kecehnya.
Ane sendiri sebetulnya tidak ambil pusing pada peringatan ini. Walaupun tadi sore ikut sedikit menyukseskan sebuah acara kecil di DPRa PKS Kelurahan Kergon. Terpaksa, karena istri -selaku anggota panitia- minta diantar dan minta tolong untuk mengeset lcd, screen dan laptopnya. Acaranya sih demo masak, bikin nuget ikan, tapi prolognya ada sedikit promosi Si Angka 8-lah.
Ane kurang setuju jika untuk "membalas" jasa-jasa bunda hanya dikhususkan pada 22 Desember saja. Emangnya impas? Wong andai kita saban hari "membalas" saja masih kurang kok. Jadi untuk konteks ini, every day is Hari Ibu. Tapi kalau konteksnya hanya simbolisasi, menurutku sih tidak perlu. Pemborosan itu! Mending dananya buat proyek keumatan lain yang bisa menambah manfaat buat rakyat.

21 Desember 2008

Belajar, Belajar dan Belajar

Ane rasakan tiap hari tambah ilmu nih. Dari nguber sana-sini untuk mempermak tampilan blog ini agar lebih sedap dipandang dan lezat (eh, emangnya wisata kuliner?).
Hari ini belajar nampilin kotak komentar di bawah postingan. Lho, hasilnya kok gak kelihatan untuk postingan yang sudah lewat? Baru nongol kalo diklik kembali. Makanya coba mosting yang ini nih...
Mari kita lihat... waks, belum nongol juga... gimana neh? Suk neh ah, dah jam 1 malem. Pokoknya blajar terussss... sampai tua.

20 Desember 2008

Keceriaan Dibalik Musibah

Bro & Sis,
Sore ini hujan deras mengguyur di langit Pekalongan. Seperti air seember besar ditumpahkan pada segayung wadah. Akibatnya dalam beberapa menit saja seantero Pekalongan sudah tergenang. Beberapa tempat yang agak cekung, lumayan kedalaman banjirnya, hingga setengah meter.
Sedianya ane mau keluar rumah mengantarkan barang cetakan (brosur caleg PKS Kec. Pekalongan Timur), tapi akhirnya ane batalkan melihat derasnya hujan sore ini. Sementara itu istri (dan teman-teman gurunya) sedari pagi lembur di TKIT Ulul Albab mengisi rapor. Kami bertiga (ane, Zaid [anak kedua, kls.6] dan Jundi [anak keempat, TK B]) menikmati hujan ini di rumah.
Lama-lama miris juga melihat hujannya semakin menjadi-jadi. Betapa tidak, ternyata "hujan"nya juga pindah ke dalam rumah kontrakan ane! Dari 6 ruang (2 kamar tidur, ruang tamu, ruang keluarga, km/wc, dapur) cuma kamar tidur yang aman, itu pun terdapat beberapa tetes kebocoran. Selainnya, kami harus berpayung jika tidak ingin basah kuyup.
Pontang-panting diri ini mengantisipasi kebocoran, sendirian. Masya Allah... air dengan cepatnya menelusup dari segala arah. Walaupun banjir ini cuma sebatas kaki (kodok), membuat ane sumpek juga. Akhirnya ane menyerah... Tentunya setelah berusaha maksimal dan mengerahkan segenap sumber daya (ember, panci, baskom, rantang, karpet, kain-kain bekas). Itu pun ternyata masih ada bocoran yang tidak tercover dan luberan air dari depan dan belakang rumah, tak terbendung!
Sementara anak-anak malah asyik bermain bola di tengah musibah. Tidak berempati atas kesusahan orang tua membendung banjir lokal ini. Dasar anak-anak, mana ada rasa sedih. Namun sebagai orang tua yang bijak (cieee...) ane tidak boleh memarahi mereka. Bagaimana menyikapinya nih?
Aha, dapat ide! Ane instruksikan saja mereka untuk melucuti pakaian, kecuali celana pendek. Terus ane kasih kain pel dan.... "Oke anak-anak, sekarang permainan kita ganti dengan Banjir Skate!" Eh, apaan tuh? "Kalian boleh seluncuran di lantai dari ruang tengah ke depan, sambil menyapukan kain pel". O ya satu lagi, mas Zaid (yang hobi jadi keeper di ekskul sepak bola-nya) bertugas jaga gawang! Itu tuh, ember penampung bocor, yang jika sudah penuh harus segera dibuang. Wow, mereka menyambut antusias, berhasil!
Nah, sistem "antisipasi banjir" sudah berjalan "otomatis". Kini saatnya istirahat, untuk hemat energi sih. Karena nanti jika sudah reda, ane toh harus bersih-bersih seluruh lantai rumah ini, tanpa bantuan mereka. Dan ini akan menyita banyak energi bukan? Hehe... licik ya?

19 Desember 2008

Yuk... Ikutan Al-Zaidi, Nglempari Wajah Bush!

Tak sengaja ngeklik link punya teman. Eh, ternyata yang nongol situs yang nampilin game [ini nih] melempari wajah Bush dengan sepatu. Hehehe... ada-ada saja nih programmernya. Anyway, menyenangkan juga untuk obat stress... Bahkan anak-anakku juga suka nih...
Tapi kalo Bro & Sis pengin lebih asyik lagi dan cepet kaya, ikutin aja jejak wartawan TV Al-Baghdadiyah itu. Temui tokoh terkenal dan bluk.. bluk... lemparkan sepatu atau bakiak antum ke wajahnya! Maka serta merta antum akan jadi terkenal dan kaya!
Lha iya to, nanti sepatu atau bakiak antum ada yang nawar sampai 50 Milyar. Atau antum akan direkrut oleh sebuah perusahaan yang bonafid dan akan membayar sejak bakiak pertama antum lemparkan. Tapi antum kudu siap-siap juga, menderita patah tulang, luka sayatan dan tubuh yang "dipresto" alias remuk redam, seperti yang dialami Muntadar Al-Zaidi di penjara!

16 Desember 2008

Tips Mengurangi Nyeri Sakit Gigi

Bro & Sis,
Sejak dua hari ini, geraham kiri bawahku krowak. Masya Allah... nyeri sekali pas udara dingin atau kena air waktu kumur. Herannya kalau siang hari tidak begitu nyeri.
Kemaren malem aku tidak bisa tidur. Nyeri ini tak tertahankan... hingga adzan subuh berkumandang, tak juga kunjung reda. E.. rupanya istriku punya tips jitu untuk meredakan nyerinya. Yaitu cukup oleskan pasta gigi pada lubang tadi.

Akhirnya sepulang dari mushola, ane praktekkan nasihat istri. Mmm... ternyata lumayan enak... sampai kebablasen masuk alam mimpi lagi [he..he... kompensasi semalem gak bisa tidur nih yee...]

O ya, kalo mau diobatin, kata dr. Aziz, ini resepnya: Cipro 500mg, 3x sehari dan Asam mef 500mg 3x sehari juga...

Update 01-02-2009:

Tapi kalo nurut dr. Indah, untuk ngurangi sakit, minum Antalgin dan kumur air hangat yang diberi sedikit garam. Nah, kalo sering linu-linu di gigi, pake pasta giginya Sensodyn. Eniwei, ke dokter gigi adalah langkah bijaksana...

12 Desember 2008

Jatah Hidupku Berkurang Sudah...

Kamis siang tepat pukul 11.56 WIB. "Ting tong...." Samsung-ku mengisyaratkan sebuah sms masuk. Kubuka, "Oh dari my little bro to..." gumamku dalam hati. "Kang, kwe hari ni ultah to... Happy birthday ya... tak tunggu makan2nya neh... ayam bakar gpp wis hehehe..." tulisnya. Weleh, pas lagi tongpes ada yang minta ditraktir! Piye ki nek dia nongol tenan. Untungnya dia gak mudik, lagi sibuk ndisain di tempat kerjanya di Demak. Yo wis karepmu, nek bali Pekalongan pasti tak jak mbakar kewan, kari milih ayam, iwak ato weduz.
Sorenya ba'dal ashar istriku sms serupa, "Mas, biarpun telat, kuucapin met ultah ya... smoga mas bisa jadi seperti dalam mimpiku semalem, amat romantis dan tambah sayang..." Amin, doain ane ya...
***
Bro & Sis, tadi malem, tepatnya pukul 23.30 WIB, usiaku genap 38 tahun. Ini berarti jatah hidupku di dunia ini berkurang dari sekian tahun yang diberikanNya. Namun ane merasa masih sangat jauh dari ikhtiar-ikhtiar mengumpulkan bekal untuk kehidupan yang lebih panjang dan kekal di sana. Sejatinya diri ini masih "guyon", belum seurieus mengisi hari-hari di alam fana ini.
Ane merasa masih amat pelit beramal, bersedekah dan berbuat kebaikan kepada keluarga dan sesama. Ane masih sering marah-marah sama anak-anak. Ane masih sering melukai hati istri, bahkan untuk hal-hal sepele. Ane masih jauh dari gambaran sosok ayah, suami, saudara seiman, seperti apa yang ane pelajari dari tarbiyah selama ini...
Duh Robbi... ampuni dosa-dosa hamba yang maha hina ini...

10 Desember 2008

Hari Tasyrik ke-3, Dzhulhijjah 1429 H

Bro & Sis, Idul Qurban kali ini ane merasakan seperti gak semanget ya? Udah nggak nyembelih wedus, pun nggak ngrewangi panitia yang kemarin lagi sibuk-sibuknya 'membantai' 9 kambing dan 1 sapi. Duh Robbi... gerangan apa yang salah nih?
Semoga antum tidak demikian yah.... Dan berbahagialah antum yang tahun ini bisa menunaikan ibadah haji dan ibadah qurban. Semoga amal antum sampai di Tangan Allah SWT.

07 Desember 2008

Ternyata Comberan itu Harum juga... [hehehe...]

Gak percaya? Coba suatu saat comberan antum mampet, maka kudu dibersihkan to? Nah, mungkin ketika pertama melihat comberan yang membludak dan menyebarkan aroma busuknya, antum ogah-ogahan untuk mulai membersihkannya.
Seperti aktivitas ane pagi tadi. Sudah sepekan ini arus pembuangan air ke selokan kurang lancar. Akibatnya di hook [apa ya istilah yang benar untuk lubang endapan dari pertemuan 2 saluran?], air beraroma "sedap" itu membludak. Awalnya ane aras-arasen untuk memulai bersih-bersih. Betapa tidak, ane itu kan orangnya waterphobia [ehm, maksudnya takut pada tempat berair yang dasarnya tidak kelihatan]. Nah, membludaknya comberan di hook itu menjadikan kedalamannya tak bisa ane perkirakan. Sudah hitam warna airnya, baunya sedap lagi, hehe...
Tapi apa boleh buat, sepekan terakhir tiap pagi hendak ternak teri [nganter anak nganter isteri, maksudnya], my wife tak bosan-bosannya mengingatkan [makasih ya mi, atas cerewetnya]. Atas dasar kasihan pada isteri [karena kudu ngingetin tiap hari] dan ingat nasihat dinkes untuk membrantas DB, maka dengan berbulat tekad, kuberanikan diri "mencebur" di tempat menjijikkan ini...
Tadinya bingung, karena ane gak punya alat bersih-bersih khusus. Akhirnya setelah cari sana-sini, kudapatkan remukan gayung dan protolan raket punya anakku. Berbekal 2 alat itu, kumulai beraksi. Ratusan nyamuk [marga aides aigypti mungkin] kocar-kacir menyelamatkan diri begitu kuaduk-aduk sarangnya. Aroma khas comberan menyeruak bulu hidungku. Awalnya neg juga, apalagi ni lagi puasa arofah, khawatir batal kan. Alhamdulillah bisa bertahan.
Kurang lebih dua jam-an ane berkutat di tempat basah ini, eh lama-lama bau "sedap" itu hilang juga. Atau ini merupakan karunia Allah SWT kepada setiap manusia, bahwa sebetulnya manusia itu memiliki daya adaptasi yang luar biasa cepat ya? Subhanallaah...
Jadi, jika dinikmati, lama-lama comberan itu harum juga. Hm...

03 Desember 2008

Belajar dari Kampanye Obama (Bagian 3)

Waktu telah menunjukkan pukul 7 malam. Suasana stadion mulai penuh. Sekitar 15 ribu massa mulai mengambil tempat duduk di tribun. Sedangkan ratusan supporter fanatik terlihat memenuhi pelataran lapangan depan panggung. Sementara ribuan lainnya masih mengantri di luar.

Tak ada kegiatan yang mencolok di stadion. Tak ada live music sebagaimana panggung kampanye politik di Indonesia. Ataupun acara bagi-bagi kaos dan doorprize. Hanya musik-musik pop yang diperdengarkan dari sound system stadion. Dan sesekali tampak Matteo Highem mengomando yel-yel, menghangatkan suasana. Sementara sebagian besar lainnya asyik mengobrol, menikmati musik background, atau sekedar mengambil foto-foto lewat kamera digital atau ponsel yang dibawanya.

Yang tampak sibuk tim kampanye Obama di lapangan. Para petugas event tampak telah siap di posisi masing-masing. Petugas keamanan berjas lengkap tampak berjaga di sudut-sudut lapangan. Rapi dan berdasi layaknya eksekutif muda. Petugas media relations, fotographer, videographer, stage manager, juga tampak standby di posisi sekitar panggung. Yang unik, seorang petugas disiapkan di sisi kiri panggung khusus untuk menerjemahkan pidato kampanye dalam bahasa isyarat untuk audiens yang tunarungu.

Layar besar stadion kemudian menarik perhatian massa. Video perjalanan karir politik Obama pun ditayangkan. Juga video-video klip Obama dalam balutan musik yang menghentak. Suasana pun mulai terbangun. Tepat pukul 7.15 musik berganti dengan genderang drum bertalu-talu. Bendera-bendera universitas raksasa berwarna kuning, bergambar koboi kemudian muncul dan dibawa berlari mengelilingi pelataran stadion. Di belakangnya maskot University of Wyoming, sang koboi Joe berjingkrak-jingkrak mengikuti irama musik country. Suasana benar-benar meriah. Massa spontan berdiri dan bertepuk tangan panjang.

Tak berapa lama, salah seorang tim kampanye naik panggung. Berputar-putar layaknya peragawan, menyapa audiens. Namun tak berapa lama dia di atas. Kurang lebih sepuluh menit saja. Benar-benar singkat, tanpa banyak basa basi, tanpa banyak sambutan sana sini. Dan langsung saja, dia perkenalkan, sang kandidat yang ditunggu-tunggu telah tiba di pintu masuk samping kiri panggung.

Spontan perhatian massa tertuju ke pintu yang dituju. Dengan langkah tegap, Obama melangkah masuk. Senyum lebar dia tebar ke seantero penjuru stadion. Sang senator tak langsung menuju panggung. Dia sapa massa di sekitarnya, bersalaman dengan mereka, berbincang singkat, dan melambaikan tangan. Kontan massa berebut hanya sekedar untuk mengambil foto atau bersentuhan tangannya. Massa benar-benar histeris, mirip para fans berat yang bertemu selebritis pujaaannya. Obama benar-benar menghipnotis mereka dengan pesonanya. Namun suasana tetap tertib, dan sepuluh menit kemudian politisi muda ini pun naik panggung. Dia tak langsung bicara. Hanya senyumnya yang mengembang, dan lambaian tangannya yang terus terangkat ke udara. Dia terus bergerak memutari panggung, kembali menyapa massa, menebarkan pesonanya.

Tampaknya Obama mengerti betul psikologi massa. Dia tak banyak bicara, tapi bahasa tubuh dan paralinguistiknya, sangat kuat untuk mempengaruhi massa. Entah dia pernah membaca atau tidak riset Albert Mehrabian yang menyatakan 93 % komunikasi lebih banyak dipengaruhi oleh bahasa non verbalnya, yang jelas malam ini dia betul-betul menguasainya. Jas hitam yang dipakainya semakin menegaskan dirinya sebagai orang kuat bagi rakyat Amerika. Tatapan matanya yang tajam, seperti mencerminkan dia pemimpin yang visioner. Senyumnya yang kelihatan lebih tulus, semakin meyakinkan para pendukungnya dia adalah politisi yang jujur dengan janji-janjinya. Jujur dan komitmen untuk membawa perubahan dalam politik Amerika ke depan yang sudah didominasi ambisi pribadi keluarga Bush.

Malam ini, Obama tak bicara banyak. Dia hanya mengulang ulang visinya untuk perubahan dan janjinya untuk memperbaiki ekonomi Amerika dengan platform baru di bidang kesehatan. Serta komitmennya untuk menarik pasukan dari Irak jika terpilih menjadi presiden di Negara superpower ini. "Saya akan tarik langsung pasukan AS di Irak begitu saya terpilih menjadi presiden," janji Obama di hadapan sekitar 20 ribu orang yang memadati stadium indoor terbesar di negara bagian kaya batubara dan minyak ini. Spontan teriakan "Yes We Can, Yes We can" terdengar membahana di stadium menimpali janji tersebut.

Obama juga kembali mengkritik calon presiden Partai Republik John Mc Cain yang bersikeras meneruskan tradisi perang di Irak. Menurut Obama, perang di Irak tidaklah seharusnya terjadi. Kehadiran Al-Qaeda di sana justru dipicu setelah kedatangan AS untuk menggulingkan rezim Saddam Hussein. "Perang di Irak telah menghabiskan ratusan milyar dolar uang rakyat. Dana besar yang seharusnya bisa kita alihkan untuk memperbaiki pembangunan ekonomi AS dan kesehatan masyarakat," tandasnya. Sesekali Obama juga melontarkan joke-joke segar dalam pidatonya. Utamanya yang terkait dengan situasi politik saat ini. Sehingga suasana menjadi lebih segar. Relatif memang tak ada yang baru dalam isi kampanyenya. Namun cara membawakannya yang sistematis, ringkas, to the point, dengan nada dinamis, yang kadang merendah ketika bericara kondisi lesu sekarang, dan meninggi ketika memberikan janji perubahan, membuat setiap kampanyenya selalu terlihat berbeda.

Penampilanya yang begitu percaya diri didukung oleh setting event yang tepat dalam mengantarkan pesan, membuat penampilan Obama begitu mempesona di layar kaca maupun di foto halaman depan surat kabar. Sehingga image Obama semakin kuat di media. Sampai-sampai saat ini media-media di Amerika dituduh bias dalam pemberitaan kandidat persaingan kandidat presiden Partai Demokrat. Mereka cenderung dianggap lebih menguntungkan Obama daripada Hillary.

Tim kampanye Obama mungkin mengerti betul apa yang disampaikan oleh pakar komunikasi Marshall Mc Luhan bahwa "medium is the message". Sehingga benar-benar mengemas medium dalam hal ini, event kampanye dan faktor Obama sebagai message tersendiri. Mereka totalitas dalam mengemas even kampanye terbuka sebagai alat promosi yang efektif. Campaign Manager, creative director, ghost writer, spin doctor, dan event management crew dalam tim kampanye Obama mampu bersinergi satu sama lain menghasilkan replikasi pesan yang kuat bagi bagi publik Amerika, bahwa Obama orang yang tepat untuk perubahan. Sementara di sisi lain, Obama pun tangkas untuk memainkan "management of impression"nya, sehingga menghasilkan personal branding tersendiri yang membedakan dengan karakter pesaingnya. Dalam dunia political marketing, faktor pembeda ini menjadi sangat krusial untuk mengeluarkan kandidat yang dipasarkan dari kerumunan. Sehingga massa bisa mudah mengenalinya dibandingkan dengan pesaing yang lain.

Hanya sekitar 25 menit saja Obama di atas berpidato. Selebihnya dia turun gelanggang, kembali menyapa para pendukungnya. Kali ini pria yang sering disepadankan dengan tokoh legendaris Martin Luther King ini lebih berlama-lama menebarkan pesona, melempar senyum ke sana kemari, dan menjulurkan tangan menggapai para pendukungnya . Bahkan ayah dari dua anak perempuan Malia dan Natasha ini, sempat memangku seorang bayi kecil yang dibawa ibunya. Si ibu yang tak menyangka mendapatkan kehormatan demikian begitu sumringah, begitupula ribuan ibu lainnya yang menyaksikan momentum ini. Ehm.. mungkin dia berupaya menarik pemilih perempuan khsususnya ibu-ibu yang merupakan pangsa besar Hillary.

Obama pun terus berputar di sekeliling tribun bawah diiringi teriakan yang mengelu-elukan namanya. Massa terus berdesakan untuk bisa bersalaman dengannya. Seorang gadis kulit putih tiba-tiba saja menyeruak dari kerumunan ke arah saya yang telah berdiri di dekat panggung. "Jangan pegang tanganku, jangan pegang tanganku. Aku telah salaman dengan Obama," teriaknya dengan gembira sambil berusaha melindungi tangan kanannya dari massa yang masih menyemut. Massa akhirnya baru berangsur pulang setelah Obama benar-benar hilang dari pandangan mata ditelan pintu keluar stadion.

[tammat]

Belajar dari Kampanye Obama (Bagian 2)

Akhirnya setelah mereka benar-benar yakin, petugas mempersilahkan saya masuk stadion melalui pintu-pintu yang tersedia. Saya ambil duduk di tribun atas stadion yang persis menghadap panggung. Sengaja demikian, agar saya bisa leluasa melihat sekeliling dan mempelajari setting kampanye. Namun di pertengahan acara nanti, saya bakal turun ke dekat panggung, agar bisa mengamati suasana lebih jelas.
Panggung kampanye sendiri terlihat sederhana. Berupa panggung terbuka berukuran kira-kira 3 X 7 meter luasnya. Tingginya hanya sekitar 1 meter saja dengan tangga naik di kanan kirinya. Tak ada sekat sama sekali baik di sisi samping maupun belakang. Tampaknya setting panggung ini dirancang agar sang kandidat bisa bergerak bebas 360 derajat, berputar-putar menghadap audiens. Hanya tampak backdrop besar yang sengaja di pasang di tribun audiens yang membelakangi panggung. Backdrop yang dengan dominasi warna biru bertuliskan "Change, We Can Believe In" yang
menjadi tagline kampanye Obama letaknya kira 6 meter dari panggung.
Diantara panggung dan backdrop ada ratusan audiens khusus yang sengaja ditempatkan di sana. Mereka membawa banner lebih kecil bertuliskan serupa. Tampaknya mereka semacam "cheerleader" kampanye yang mempunyai tugas khusus untuk memancing massa meneriakkan yel-yel khas Obama "Yes We Can" ketika Obama mengucapkan kata-kata dramatis dalam pidatonya, Mereka pula lah yang terus menyemarakkan stadion dengan mengacung-acungkan banner-banner yang dibawanya.
Apakah relawan khusus ini adalah gadis-gadis cantik seperti banyak kita temui dalam kampanye-kampanye terbuka di Indonesia yang sering mendatangkan artis-artis dangdut nan seksi? Sama sekali tidak. Relawan khusus ini tampaknya disetting untuk menunjukkan keragaman pendukung Obama. Disana tampak ras kulit putih, hitam, Hispanic, bahkan keturunan Asia. Laki-laki dan perempuan sama banyaknya. Tua dan muda bercampur menjadi satu. Bahkan Matteo Highem, bocah berumur 9 tahun, yang malah ditunjuk sebagaii dirigen korps "cheerleader" ini. Dia lah yang mengomando teriakan yel-yel dan gerakan-gerakan atraktif lainnya.
Tingkahnya yang lucu dan antusias betul-betul menyedot perhatian dan menghibur massa yang hadir. Mungkin kalau di Indonesia kubu Obama sudah kena pasal eksploitasi anak karena melibatkan anak-anak dalam kampanye. Namun entah mengapa di AS yang anak-anak disini sangat dilindungi hak haknya, mereka malah banyak terlibat dalam ajang kampanye politik.
Adapun di depan panggung persis, pelataran seukuran lapangan bola basket dibiarkan untuk para supporter. Tampaknya tempat ini disetting sebagai kerumunan massa yang ingin lebih dekat dengan Obama. Atau kalau beruntung, mungkin bisa bersalaman dengan kandidat yang pernah berayahtirikan orang Indonesia ini. Sehingga massa bisa mengelu-elukan dengan lebih erat dan personal. Dan mungkin ini pula lah yang diharapkan tim kampanye Obama, sehingga image kandidat presiden mereka sebagai orang yang cool, ramah, rendah hati, dan didambakan banyak orang akan lebih tampak. Entahlah!
Sedangkan di depan pelataran massa ini, kembali tampak panggung terbuka memanjang setinggi panggung utama. Disini tripod-tripod kamera berderet-deret dipancangkan. Jaringan televisi nasional maupun internasional sudah standby di sana. Bahkan mereka sudah menyiapkan siaran langsung seperti yang dilakukan jaringan televisi Fox. Tak ketinggalan pula kantor-kantor berita International seperti AP, Reuters, AFP atau media cetak nasonal sekelas New Yorks Times atau USA today menurunkan fotographer-fotographer kawakannya. Mereka kebanyakan mengambil tempat di panggung khusus wartawan lainnya yang terletak di sisi kiri panggung utama. Dari perspektif panggung wartawan inilah saya jadi tahu, mengapa misalnya ada backdrop besar mencolok mata dan relawan khusus di belakang panggung utama? Mengapa Matteo Highem begitu atraktif mengomando rekan-rekannya untuk mengacungkan banner-banner "Change" yang dibawanya? Atau mengapa diberikan ruang luas untuk kerumunan massa di depan panggung? Tak lain dan tak bukan semuanya untuk kebutuhan publikasi dan image. Agar kamera-kamera tertuju kuat kepada mereka. Mengambil gambar-gambar dramatis, memunculkan pesan-pesan yang tertulis di banner, dan menunjukkan antusiasme besar massa.
Para fotographer dan cameramen secara professional "digiring" untuk mengambil gambar-gambar yang diinginkan tim kampanye agar memuncul kesan-kesan tertentu dalam layar televisi maupun foto di Koran-koran. Mereka di-framing dalam permainan strategi kampanye tim Obama. Mungkin agar Obama tampak sebagai kandidat yang tepat dalam membawa perubahan di Amerika. Walaupun tentunya, hasil editing newsroom tiap-tiap media lah yang menentukan bagaimana hasil akhirnya.

[ bersambung lagi .... ]

Belajar dari Kampanye Obama: Event Management Tak Perlu Wah, Yang Penting Pesan Sampai (Bagian 1)

Bro & Sis, memenuhi janji tempo hari, ini ane posting "Sepenggal Episode Kampanye Barack Obama". O ya, postingan ini merupakan e-mail dari temen ane, Agung SB yang kuliah di University of Wyoming, Amrik, dan kebetulan sempat menyaksikan langsung. Jadi bukan pengalaman ane pribadi. Selamat menyimak, semoga bermanfaat...
---------------------------------------------------------------------------------------------

Waktu sudah menunjukkan pukul 2.50 PM Mountain Time. Namun Profesor Cindy Price, dosen pembimbing kami dalam tour kelas mata kuliah "Management of Promotion" belum juga memberi tanda-tanda akan mengakhiri kunjungan di Barnhart Communication, sebuah advertising agency terkemuka di Denver, ibukota Negara bagian Colorado, AS. Sebelumnya dia berjanji, kita semua akan meninggalkan agency yang menangani promosi wisata Negara bagian Wyoming itu, tempat saya tinggal sekarang, tepat pukul 3.00. Karena semua ingin segera bergegas pulang, menyaksikan langsung sang penyebar virus "harapan" senator Barrack Obama beraksi dalam seri kampanye konvensi kandidat Presiden dari Partai Demokrat di stadion universitas kami, University of Wyoming, Jum'at (8/3) pukul 7.15 malam ini.

Sebagaimana mayoritas masyarakat AS lainnya, semua ingin menjadi saksi sejarah bagaimana politisi asal Illinois yang pernah melewatkan masa kecilnya di kawasan Menteng, Jakarta itu menyapa publik Laramie, Wyoming, sebuah kota kecil berpenduduk 26 ribu jiwa di kawasan pegunungan Rocky Mountain yang super dingin. Momentum ini begitu dinanti oleh warga. Apalagi sudah lebih dari 34 tahun, Laramie tak pernah kedatangan politikus kelas nasional. Terakhir kali mantan presiden John F Kennedy-lah yang berkampanye di sini tanggal 25 September 1963 silam, atau sekitar 2 bulan sebelum kematiannya yang tragis.

Kampanye kali ini menjadi semakin menarik, mengingat Wyoming, bukan lah basis pendukung Demokrat. Sebagai wilayah koboi di daerah pedalaman Amerika, Negara bagian dengan berpenduduk terkecil ini (hanya 515 ribu penduduk dengan luas wilayah kira-kira sebesar provinsi papua) mempunyai garis politik yang konservatif, bukan liberal yang merupakan haluan Partai Demokrat. Inilah kandangnya Partai Republik.
Namun fenomena Obama mengubah itu semua. Beberapa pekan sebelumnya, supporter kandidat presiden kulit hitam pertama ini, membuka kantor di pusat kota Laramie, suatu hal yang tak pernah terjadi dalam beberapa dekade terakhir. Maka ramai-ramailah orang mendaftar sebagai relawan. Laramie, kota yang tenang dan damai menjadi hiruk pikuk, demam politik.

Dan tak dinyana pula, dua hari lalu tersiar kabar Obama akan datang langsung. Begitu pula dengan kubu pesaingnya Hillarry yang mengirimkan sang suami mantan presiden Bill Clinton yang menggelar kampanye sehari sebelumnya di hall pertemuan yang lebih kecil. Inilah buah dari persaingan ketat kedua kubu Partai Demokrat yang sama-sama tak mau kehilangan satu delegates (utusan partai) pun dalan konvensi nanti. Dan warga jelas bergembira, kota mereka diperhitungkan.

"Hei Agung, ayo lekas naik ke Van segera. Kamu tak mau ketinggalan kan?" teriak Prof Price, begitu saya memanggilnya, membuyarkan lamunan.
"Apakah kamu menikmati tour ini?" lanjutnya. Berkali-kali dia bertanya senada untuk memastikan saya enjoy dalam kelas dan tour ini. Mungkin karena saya satu-satunya mahasiswa internasional yang berasal dari jurusan Ilmu politik yang kebetulan tertarik untuk mengambil mata kuliah yang senyatanya berada di jurusan ilmu komunikasi ini. Sehingga mungkin professor muda ini merasa berkewajiban agar saya kerasan ada di kelasnya.

"Tentu Prof Price, ini pengalaman yang luar biasa. Disini saya jadi banyak belajar bagaimana para profesional di bisnis kampanye ini bekerja. Di perusahaan Public Relations yang kita kunjungi tadi pagi, juga saya jadi tahu banyak bagaimana mereka mengelola isu media untuk para klien. Suatu hal yang menarik bagi riset saya," timpal saya yang memang mengambil tema thesis tentang model kampanye Amerika khususnya di bidang politik dibandingkan dengan model kampanye parpol di Indonesia.

Yah, dua hari ini memang saya belajar banyak bagaimana para professional PR, creative director, ghost writer, spin doctor, event management dan awak bisnis kampanye lainnya bekerja. Mereka sungguh bekerja dalam framework yang jelas dan terukur. Dan mempunyai iklim kebebasan yang kuat untuk berekspresi. Tak heran, kalau produk-produk kampanye PR dan advertising kelas wahid datang dari Negara adidaya ini. Amerika menjadi kiblat model kampanye dunia.

Sungguh tak sabar saya segera menjejakkan kaki di Laramie. Walaupun van yang kami tumpangi sudah dipacu dengan kecepatan rata-rata 125 km jam di atas jalan interstate (semacam jalan tol penghubung antar Negara bagian) yang diselimuti salju tipis, perjalanan terasa lambat. Baru dua setengah jam kemudian saya sampai di kampus.

Tak disangka, antrian di depan stadion indoor kampus tempat kampanye sudah mengular hampir 4 kilometer. Padahal jam baru menunjukkan pukul 5.45 sore, berarti masih sekitar satu setengah jam lagi acara pembukaan dimulai. Bahkan, kata seorang rekan, massa sudah mengantri sejak pukul 3 sore tadi, walaupun pintu stadion sendiri baru dibuka pukul 5.00. Massa memang benar-benar antusias. Walaupun cuaca cukup dingin, sekitar minus 10 derajat Celsius, tak menyurutkan massa yang mayoritas kulit putih, untuk hadir di arena stadium yang berkapasitas sekitar 30 ribu jiwa itu. Untunglah malam ini salju tak turun, sehingga penderitaan kami tak bertambah. Sekalipun dinginnya angin tetap terasa menusuk tulang, setidaknya kami tak kena siraman salju. Dan massa pun tetap antri dengan tertib dibantu oleh para relawan yang berjejer di sepanjang jalan masuk stadion.

Menariknya, relawan di sini tak mengenal batas umur. Bahkan anak-anak seumuran kelas IV SD sudah ikut terlibat aktif bersama orang tuanya. Para senior citizen yang kalau di Indonesia mungkin sudah masuk panti jompo, kira-kira umur di atas 65 tahun, juga sama antusiasnya. Mereka menyapa massa, mendatanya, mengatur barisan antrian dan mengingatkan massa agar mempersiapkan diri menghadapi pemeriksaan ketat ketika ketika nanti masuk pintu stadion.
Pengamanan event kampanye ini memang sangat ketat. Selain polisi-polisi lokal, puluhan polisi federal atau FBI pun diterjunkan. Anjing-anjing pelacak disebar di seputar stadion dan pintu masuk untuk mengendus hal-hal yang mencurigakan. Bahkan detector metal standar bandara-bandara Amerika di pasang. Tak tanggung-tanggung, petugas pemeriksa pun berasal dari TSA (Transportation Security Administration), badan pemeriksa transportasi yang biasanya ditempatkan di pintu-pintu masuk bandara dan pelabuhan Amerika. Mereka melakukan prosedur pemeriksaan persis ketika kita di masuk bandara. Tas, kamera, handphone, dipindai secara cermat. Pengunjung diminta lewat sensor logam. Petugas TSA akan memicingkan mata dan memeriksa ulang secara personal ketika alarm detector berbunyi.

Saya pun sempat kena penggeledahan khusus. Entah mengapa, ketika lewat sensor logam setelah satu jam lamanya saya mengantri, tiba-tiba saja terdengar bunyi alarm. Karuan saja saya langsung dibawa oleh petugas TSA ke bagian khusus untuk digeledah. Persis seperti ketika kunjungan tahun lalu ketika saya singgah di berbagai bandara AS (San Fransisco, Minneapolis, Washington DC, New York, Seattle, Springfield, Chicago, dan Florida) pasti selalu kena tanda "SSS" di tiket pesawat dan harus melalui penggeledahan detil. Padahal saat itu berangkat sebagai undangan resmi Department of State. Saya pun mempunyai "surat sakti" dari otoritas mereka untuk itu. Namun semua embel-embel dan surat itu hanya macan ompong di hadapan TSA. Atas nama keamanan, seluruh orang atau bangsa yang dianggap mencurigakan wajib digeledah ulang.

Petugas perempuan TSA yang sudah berumur itu pun meminta saya melepas sepatu, jaket, dan mengeluarkan semua barang-barang yang ada di kantong. Tak ada barang mencurigakan. Hanya notes, pulpen, kamera dan obat-obatan. Tak puas dengan itu, saya diminta membentangkan tangan, memastikan tak ada bagian yang terlewat untuk diperiksa.
Anjing pelacak di depan mulai bereaksi. Wuih, saya sempat bergidik dan gugup lantaran anjing itu agaknya diperintahkan untuk mengendus seluruh badan saya. Benar saja, dalam sekejap mata, anjing besar itu langsung menerima instruksi dari petugas lainnya untuk mengendus dada.
Wah! Saya terkejut luar biasa. Benar-benar gugup. Sampai-sampai tak menghiraukan instruksi petugas untuk memeriksa bagian lainnya.
"Are you speaking English, Sir?" tanyanya dengan sedikit ketus ketika tahu saya tak bereaksi atas instruksinya.
"Yes, I do."
"So, please do what I said!"

[ Bersambung.... ]

01 Desember 2008

Akses Internet Unlimited 100.000/bulan, Siapa Mau?

Terus terang mau nih. Jadi mulai 1 Desember 2008 ini, dengan mengucap bismillah, ane menjajal paket BROOM yang dikeluarkan oleh IM2 ini. Yah, walaupun kudu merogoh kocek 1,2 juta untuk beli modem GSM, 150rebu untuk perdananya dan tambahan 200rebu beli slot PCI to PCMCIA (karena mau dicolokin PC, bukan laptop). Dan rada kecewa juga karena 3G-nya nggak bisa dimanfaatkan di Pekalongan, hiks....
Secara teknis, modem yang ane beli bisa sampe 7,2 Mbps di jaringan HSUPA. Tapi karena Indosat di sini belum support 3G, maka yah... kudu ikhlas dapet 64 Kbps tok... Woalaah....