13 Februari 2013

Sesekali, Kita Perlu Memberikan Atmosfer "Pemberontakan" Kepada Anak Anak Kita

Ya. Sesekali. Saya kira tidak mengapa.
Seperti yang saya lakukan hari ini, mengajak para santri "memberontak" dari kebiasaan. Mumpung hujan sore-sore, usai sholat ashar berjamaah dan murojaah, mereka kutawari "Ayoo, siapa mau hujan-hujanan berpahala?"
Sontak beberapa jemari mengacung diiringi teriakan heboh, "Saya Tadz, saya Tadz!!"

"Oke, siapkan plastik!" perintahku.
"Untuk apa Tadz?" tanya seorang santri.
"Melindungi kepala kalian, biar tidak flu."
"Idih, ya malu Tadz, kalau dilihat orang," alasan mereka.
"Aku nggak mau pake ah!" timpal yang lain.
"Aku juga!"
"Aku juga!"
Jadi deh, semua tidak mau melindungi kepalanya dari tetesan "rahmat Allah".  Semoga saja habis ini tidak pada meriang. Ya Robbi, kami berlindung dari penyakit karena bermain-main dengan hujanMu ini...

"Eh, sebentar! Bukankah kalian ada ekskul jurnalistik?" saya menghentikan langkah.
"Alaaah... Bosen ah Tadz!" seru salah satu.
"Iya Tadz, sekali-kali refreshing gitu dong," timpal yang lain.
"Oke, konsekuensi dimarahi ustadzah Azmi tanggung sendiri ya!"
"Oke Tadz, nggak pa pa!" jawab mereka kompak.
"Dan.... resiko kena poin tanggung sendiri ya?!" godaku.
"Yaa... masak mau bantu membangun masjid kok kena poin. Tidak adil dong!" mereka masih protes.
"Gini aja wis, kami kena poin nggak apa-apa. Tapi kerja bakti ini juga dikasih poin plus dua kali lipatnya ya Tadz?" rayu salah satu.
"Yee... maunya. Biar nggak tekor ya? Haha... Ada-ada saja ide kalian ini! Sudah ah, let's go girls!" perintahku memotong protes mereka yang bertubi-tubi.

Berbaris otomatis membuntutiku, Salma, Hana, Muna, Nadia, Dita dan Salsa. Lho, kok cuma enam ekor? He... yang lain males karena sudah mandi sore katanya. Oke, tak mengapa. Enam orang cukup lah.
Kami bertujuh beriringan menuju "tempat permainan" itu: onggokan tanah urugan di sebelah utara bakal masjid kami. Seperti satu regu tentara siap tempur, masing-masing membawa senjata: ember dan cetok.
Sayangnya, di tengah keasyikan kami, hujan berangsur reda. Wah, nanggung nih.
"Yaah... Hujannya berhenti.." Hana kecewa
"Ustadz, kurang asyik nih!" protes Salma
"Iya Tadz, nggak asyik," Muna tak mau kalah
Lho..lho..lho... kok protesnya ke ustadz? Protes sama Allah sana, kalau berani. He...
"Sudahlah, nanti usai kerja bakti ini, ustadz siram pakai selang," bujukku
"Bener ya Tadz? Asyiiikk....," Dita, Nadia dan Salsa langsung bersemangat kembali.

Sang "Pemberontak": Salsa, Muna, Hana, Salma, Nadia, Dita

***
Eeh... di tengah asyik-asyiknya kami memindahkan tanah urugan itu ke dalam bakal masjid kami, pak Kyai berteriak, "Sudah jam lima seperempat!"
Tak terasa time is over saudara-saudara... Jadi terpaksa kami menyudahi keasyikan ini deh.
"Come on ladies, saatnya bebersih diri!"
"Yeee.... Asyiiiikk....!!!"
Dan mereka pun asyik bebersih di bawah "hujan buatan" yang tercurah dari ujung selang hijau di tanganku...