19 September 2011

Pelajaran dari Kematian

 Pak Kyai memimpin do'a dalam sebuah prosesi pemakaman

Mengawali pagi dengan takziah ibunda dari ustadzah anakku yang masih TK. Alhamdulillah, banyak hikmah bisa kupetik, antara lain secuil berikut yang hendak kubagi untuk Bro & Sis semua...
Bekal apa yang sudah kita siapkan untuk kematian kita kelak? Astaghfirullah... ternyata ane belum satu pun mempersiapkan bekal. Iman dan amal sholeh? Mungkin kita bisa mengklaim diri beriman dan telah melakukan amal sholeh. Namun apakah jaminan bahwa itu semua bakal diterima Allah SWT? Taqwa! Kata Allah, bahwa sebaik-baik bekal adalah taqwa. Ya, tentunya sebenar-benarnya taqwa. Wah, kalau ane mawas diri, rasa-rasanya ane bukan orang yang bertaqwa deh. Betapa tidak, masih banyak warning-warning dari Allah yang tidak kita patuhi sepenuhnya. Astaghfirullah...
Kalau ane lihat pada takziah pagi ini, seonggok jenazah hanya akan dibekali (yah, dibekali, bukan membekali diri), selembar kain putih dan doa dari sanak kerabat. Handai taulan dan sahabat? Mungkin yang banyak kolega, akan banyak yang ikut mengantarkan ke makam. Bagaimana dengan diri ini? Berapa kira-kira sahabat, tetangga dan kenalan yang akan ikut mengantarkan jasad ini ke liang lahat? Kata orang, semakin banyak yang ikut mengantarkan merupakan indikator kesholehan jenazah tersebut. Maka berapa orang pentakziah yang kita damba: puluhan, ratusan atau sampai ribuan kah? Astaghfirullah...
Perhatikanlah Bro & Sis, bahwa di setiap kesempatan ketika kita ikut menyaksikan prosesi penguburan jenazah, orang-orang ramai akan memasukkan benda-benda apa saja ke liang lahat itu. Mulai dari galah pengukur panjang dan lebar lubang, daun pisang, cuilan-cuilan kayu sisa potongan lempeng atau bambu penahan tanah, bahkan tali rafia dan kertas pembungkus batu nisan pun ikut dilemparkan. Karena orang-orang itu meyakini, bahwa tak boleh satu pun ubo rampe penguburan jenazah tertinggal, semua harus ikut dicemplungkan.
Ane jadi merenung, kok sama seperti sampah ya? Jadi beginilah diri ini jika mati kelak, akan ditimbun bareng sampah-sampah itu. Maka, pantaskah kita menyombongkan diri?